Thursday, December 5, 2013

Kesan pertama begitu “……..………..” (sisi lain perjalananku ke sawarna)

Dalam tiap perjalanan biasanya memang ada suka duka (atau positif negatif saja sederhananya). Tapi kalau sisi negatifnya hanya sedikit biasanya kita abaikan, atau cincai-lah bahasa gaulnya hehe.. Kalau banyak atau kebangetan, ya susah melupakannya.  Forgiven but not forgotten.

Mungkin tulisan ini bisa jadi masukan bagi trip organizer "Gentar Alam Adventure" . Kebetulan baru pertama kali aku dan teman-teman join trip yang mereka adakan.  Belum juga berangkat, owner Gentar menginfokan kalau tour leader kami bermasalah, jadi kemungkinan diganti dengan tour leader lain. Aku sempat becanda kalau tidak dikasih tour leader pengganti, minta potongan harga dong. Ternyata saat kami akan berangkat ada tour leadernya bernama Ganda.

Sampai di tempat tujuan (Sawarna) aku ngobrol-ngobrol dengan tour leader dan aku kaget karena ternyata dia baru pertama kali ini ke Sawarna. Hah? Apa gak salah ya, tour leader tapi belum pernah menginjakkan kaki ke tempat dia mesti me-lead/guide peserta? Tapi dia bilang "kan ada tour guide lokal".

Oke ada tour guide lokal (dan tour guide dari Jakarta), yang ternyata kurang paham dengan itinerary yang dibagikan Gentar ke calon peserta. Akhirnya kami kehilangan satu spot yang cukup bagus (kalau melihat dari hasil browse di internet). No apologize from them. Bahkan tour guide lokal bilang, kenapa tadi tidak bilang kalau mau ke spot X tersebut? Kan satu arah dengan spot Y yang tadi kita sudah ke sana. Tolong ya pak, kalau kami tahu semua lokasi dan posisi spot2 tersebut, apakah masih perlu kami ikut trip organizer? Mending kita pergi sendiri sewa mobil dan cari tour guide lokal, yang pasti lebih hemat kan?

Hal lain, supir yang katanya sudah beberapa kali ke Sawarna, kok masih aja nyasar. Kalau nyasar 1-2 km masih dimaklumi, karena mungkin dia jarang ke sana. Tapi ini 16 kilometer jauhnya nyasar, sehingga kami yang sudah capek perjalanan dari Jakarta sejak malam, tidak bisa segera merebahkan diri di kasur penginapan.

Hal lain lagi, koordinator Gentar di Sawarna sendiri (yang ternyata pemilik penginapan) tidak terlalu membantu juga, dan kelihatan kurang professional. Kami tidak mengharapkan profesional sekelas tour agent besar ya, tapi paling tidak lebih pengertian dan bisa membantu kami, bukan hanya menjawab "itu saya yang salah" tapi tidak ada penyelesaian yang berarti.  Saat kami melontarkan complain ke koordinator sawarna tersebut, supir sempat mendengar dan sepertinya melaporkan ke Ganda. Dan mereka berdua (supir serta tour leader) berniat pulang duluan ke Jakarta membawa mobil dan meninggalkan kami semua malam itu juga. Sungguh kekanak-kanakan dan tidak profesional. Jadi keesokan harinya setelah mendapat laporan dari ibu pemilik penginapan, kami yang terpaksa "menjaga perasaan" mereka berdua supaya kami selamat sampai di Jakarta.

Juga salah 1 teman kami sudah beberapa kali bbm/telpon owner Gentar mengenai beberapa kekurangan ini, namun jawaban yang didapat tidak memuaskan.

Dengan kesan pertama seperti ini, rasanya kami tidak akan mau lagi join dengan trip organizer ini, karena kesan buruk yang kami dapat. 

Wednesday, December 4, 2013

Little escape to Sawarna

Setelah beberapa waktu pengin sekali ke Sawarna, akhirnya 22-24 Nov 2013 kemarin saya dan teman-teman jadi juga ke sana. Bagi yang belum tau, Sawarna itu sebuah desa pantai di kecamatan Bayah, kabupaten Lebak, Propinsi Banten.  Trip kali ini saya join salah 1 trip organizer, bersama Maya, Cla, Feryta, Okta, Hani, Retno, dan kenalan baru dari trip tersebut, Minie & Sherlen.  Baru kali ini saya ngetrip pesertanya wanita semua. Jumat malam kami berkumpul di Sarinah Thamrin, dan mobil Elf berkapasitas 11 orang pun melaju pukul 21 kurang dikit.

Perjalanan malam cukup macet saat sampai di kota Sukabumi. Kami terjebak di kemacetan (karena buka tutup jalan juga seperti di Puncak) kira-kira 4 jam di sana. Kami sampai di Sawarna sekitar jam  5.30 pagi, tapi karena supirnya salah jalan (hiks) kami kebablasan sampai 16 km (what?).

Sampai di penginapan (Homestay Padi-padi), ternyata sarapan kami belum siap, jadi sambil menunggu kami gantian mandi dan saya tidur lagi hehe.. Oya dari tempat parkir, kami harus menyebrang sungai  baru sampai ke kompleks penginapan, jadi mesti melewati jembatan bambu dan jalan kaki beberapa puluh meter dulu.

Selesai mandi dan sarapan ala kadarnya (nasi goreng sebakul gede plus beberapa telor ceplok..hm dikiranya porsi kami kuli semua, haha), kami jalan keluar lagi. Kata guide dari Jakarta plus guide lokal jarak dari penginapan ke pantai tidak jauh, jadi kami diajak trekking gitu. Setelah berbincang-bincang, salah 1 teman bilang: kita ini mau jalan 2 kilometer lho.. wadow.. udah panas banget pula jam 9 pagi di sana.. Akhirnya setelah diprotes, supir mengantar pakai mobil sampai tempat terdekat yang bisa dijangkau mobil. Yah lumayan lah hemat tenaga setelah kurang tidur (karena perjalanan semalaman di mobil). Di itinerary tidak disebutkan kalau kami mesti trekking …jadi ga siap mental gitu.

Tujuan pertama kami ke Goa Lalay, sebuah goa kapur dengan stalaktit dan stalakmit, trus bagian dasarnya terendam air sekitar selutut (standar Indonesia banget yah, ngukur genangan bukan pakai centi tapi pake selutut/sebetis etc).  Kami masuk ke goa yang gelap total, sampai harus dibantu lampu senter. Sudah jalan beberapa meter ke dalam, belum ada tanda-tanda jalan keluar dan waktu kami nanya ke guide lokal, ada apa di dalam.. katanya tidak ada apa-apa.. ya sudah mendingan keluar aja deh, daripada kram karena kerendam air dingin gitu dan tidak ada yang bisa dilihat pula. Oya kami tidak disarankan pakai sandal jepit apalagi hi heels untuk masuk ke goa karena takut licin. Yang boleh hanya sandal gunung saja.

Dari goa Lalay, kami trekking lagi menuju pantai Legon Pari. Nah perjalanan ini cukup menguras tenaga dan keringat, karena kami harus naik turun bukit sebelum mencapai pantai. Mungkin ada 1 km kami berjalan naik turun (yang sepertinya dihitung dari jarak horizontalnya karena berasa jauh banget). Makanya waktu kami mulai melihat pohon kelapa senang rasanya, karena pasti sudah dekat dengan pantai. Pantai berpasir putih itu cukup menyenangkan sebenarnya, tapi karena kami sampai sana sekitar jam 11 malas sekali untuk bermain air karena panas sekali mataharinya. Setelah sesi poto-poto dan minum kelapa muda di pinggir pantai, kamipun kembali ke penginapan untuk makan siang.

 

Kami trekking lagi, dengan jalur agak berbeda dari waktu berangkat karena potong jalan untuk menuju pulang. Sampai di penginapan kami makan siang dengan menu agak lumayan, yaitu ikan layur bakar, sayur kangkung, lalapan timun, dan ditutup dengan rujak mangga muda hasil "rampasan" (eh, minta dengan paksa haha…). Karena masih panas, setelah makan kami istirahat dulu, ada yang tidur ada yang ngobrol.

Sudah jam 2.30 kok tidak ada berita ya kami mau ke mana… melihat itinerary, kami seharusnya ke Pantai Tanjung Layar dan Ciantir.  Juga ada tujuan ke Karang Tareje. Saya tanyakan ke Denny (guide lokal) kapan kami diajak ke pantai tsb. Kata dia, lho itu kan searah dengan Legon Pari tadi, tapi masih jalan lagi sekitar 1 km. Kata dia, kenapa gak bilang kalau mau ke sana? Lho, yang guide itu dia apa aku yah?  (detail cerita nanti saja aku ceritakan di Note yang lain hehe…).

Dan untuk 2 tujuan wisata yang berikutnya yaitu Tanjung Layar dan Ciantir, kami memutuskan untuk naik ojek yang dicarter Rp 20.000,- pp per orang, karena pada malas jalan kaki lagi. Ternyata kali ini jalannya lurus tanpa naik turun bukit.

Oya kami sempat menanyakan ke para tukang ojek untuk mengantar ke Karang Tareje hari minggunya, tapi koordinatornya bilang kalau ke sana tarifnya Rp 100.000,- pp per orang (OMG..seratus ribu bo..), yang kami putuskan dengan bulat untuk menolak hehehe, karena tidak bisa ditawar juga.

Tanjung Layar menurut saya adalah spot terbaik di antara spot lain di Sawarna, karena ada 2 karang besar (yang dibilang karang kembar, tapi kok beda bentuk.. ?) dan di pinggir pantai dasarnya karang seperti semen yang sengaja tidak diratakan. Keren jadinya. Paling puas foto-foto di sini. Lagipula ombak cukup besar menghantam dinding karang-karang tersebut, indah sekali.

Dari tanjung Layar kami naik ojek lagi ke Pantai Ciantir atau sering disebut pasir putih. Rencana kami akan menunggu sunset di sini, tapi karena agak mendung, jadi kurang perfect sunrisenya. Tapi cukup puas kami foto-foto di sini. Kemudian kami dijemput lagi oleh rombongan ojek tersebut, dan sempat ada kepanikan karena salah 1 teman kami nyasar dibawa sama tukang ojeknya.

Malamnya, setelah bersih-bersih pasir dan mandi, kami makan malam trus istirahat.

Rencana untuk jalan ke pantai pagi-pagi sepertinya sudah dilupakan semua orang karena capek hehehe. Jadi setelah mandi, packing dan makan kami siap-siap pulang. Jam 9 kami baru keluar dari Sawarna dan sempat "dipaksa" berhenti di Pantai Pelabuhan Ratu, sepertinya ini kompensasi  dari batalnya kami ke Karang Tareje. Setelah sebelumnya kami ditawari ke Pemandian air panas, tapi kami menolaknya. Sebenarnya kami takut untuk terlambat sampai Jakarta karena macet di Sukabumi.

Oya, tapi ternyata kami dibawa lewat jalan alternatif yang walau agak memutar tapi tidak macet, jadi kami sampai di Jakarta sekitar 6 jam saja. Ending yang cukup baik, setelah beberapa pengalaman kurang menyenangkan di sana. Syukuri saja ya pengalaman indah selama di sana, seperti quote dari William Penn: the secret of happiness is to count your blessings while others are adding up their troubles 

Written by Lusi, setelah cuti menulis beberapa tahun hehe